Tip:
Highlight text to annotate it
X
Translator: Antonius Yudi Sendjaja Reviewer: Alia Makki
Di sekolah, si kecil Billy
ditanyai oleh gurunya,
"Apa pekerjaan ayahmu?"
Dan si kecil Billy menjawab, "Ayah saya seorang pemain piano
di sarang ***."
Jadi sang guru menelepon orang tuanya dan berkata,
"Si kecil Billy mengatakan hal yang sangat mengejutkan.
Dia mengatakan kalau Anda bermain piano
di sarang ***."
Dan sang ayah berkata, "Maaf. Itu benar. Saya berbohong.
Bagaimana mungkin Anda berkata kepada putra Anda yang baru berusia 8 tahun
kalau ayahnya seorang politikus?" (Tawa)
Saya sendiri seorang politikus,
dan saat bertemu siapapun di manapun di dunia ini,
saat saya mengatakan pekerjaan saya yang sebenarnya
mereka melihat saya seperti saya ini adalah
ular, monyet, dan iguana,
dan saat mengalami hal ini, saya sangat merasa
bahwa ada yang salah.
400 tahun kita mematangkan demokrasi,
bagi saya, pribadi para rekan kerja saya di Parlemen
cukup luar biasa, orang-orang yang semakin terdidik,
bersemangat, dan berpengetahuan, namun
sangat merasakan kekecewaan.
Rekan kerja baru saya di DPR termasuk
dokter keluarga, para pebisnis, profesor,
ekonom terkemuka, sejarawan, penulis,
angkatan bersenjata mulai dari kolonel sampai resimen sersan mayor.
Namun, mereka semua, termasuk saya sendiri, saat kami berjalan-jalan
di bawah atap aneh di sana,
kami merasa bahwa kami menjadi kecil,
merasa kami menjadi sangat lemah.
Dan masalah ini bukan saja terjadi di Inggris.
Masalah ini terjadi di seluruh negara berkembang
dan juga di negara berpendapatan menengah, contohnya
di Jamaika -- lihatlah anggota DPR Jamaika,
jika Anda menemui mereka, seringkali mereka adalah
penerima beasiswa Rhodes, yang belajardi Harvard atau Princeton,
namun jika Anda melihat pusat kota Kingston,
Anda akan melihat salah satu tempat paling menyedihkan
yang dapat Anda lihat di negara berpenghasilan menengah:
Pemandangan yang suram dan menyedihkan
dari gedung-gedung yang terbakar atau setengah terabaikan.
Hal ini sudah berlangsung selama 30 tahun dan peralihan kekuasaan
di tahun 1979, 1980, antara seorang pemimpin Jamaika
yang merupakan putra seorang penerima beasiswa Rhodes
ke pemimpin lainnya yang memiliki gelar doktor ekonomi dari Harvard,
lebih dari 800 orang terbunuh di jalanan
dalam kekerasan yang berhubungan dengan obat terlarang.
Namun 10 tahun yang lalu, janji akan demokrasi
tampak luar biasa. George W. Bush berdiri di sana
dalam pidato laporan tahunannya pada tahun 2003
dan mengatakan bahwa demokrasi adalah kekuatan yang akan
mengalahkan sebagian besar penyakit di dunia.
Karena pemerintahan yang demokratis menghormati rakyatnya,
menghormati tetangganya, dan kebebasan akan membawa perdamaian.
Pada saat yang sama para akademisi terkemuka berpendapat
demokrasi memiliki keuntungan sampingan yang luar biasa.
Demokrasi membawa kemakmuran, keamanan,
mengatasi kekerasan beraliran sempit,
meyakinkan bahwa Amerika tidak akan pernah menampung teroris.
Apa yang terjadi sejak saat itu?
Kita telah melihat dalam penciptaan demokrasi di tempat
seperti Irak dan Afganistan,
yang belum pernah mendapatkan keuntungan sampingan itu.
Contohnya di Afganistan, sejak itu bukan hanya ada satu pemilu
atau dua pemilu. Ada tiga pemilu,
pemilu presiden dan DPR. Dan apa hasilnya?
Apakah masyarakat sipil berkembang, apa ada hukum dan keamanan
yang tangguh? Tidak. Yang kita lihat adalah
pemerintahan yang lemah dan korup,
masyarakat sipil yang sangat terbatas yang sangat tidak efektif,
media yang mulai mendapatkan pijakannya,
namun pemerintahannya sangat tidak populer
dan dianggap sangat korup,
di sana juga sangat tidak aman.
Di Pakistan, di banyak negara-negara Afrika Sub-Sahara,
Anda dapat melihat kembali demokrasi dan pemilu yang diikuti
dengan pemerintahan yang korup dengan kondisi negara yang tidak stabil
dan berbahaya.
Saat saya berbicara, saya ingat
akan sebuah percakapan, contohnya di Irak
dengan masyarakat yang bertanya
apakah kerusuhan yang kami lihat,
ada kerumunan besar yang menjarah gedung dewan provinsi,
adalah tanda dari demokrasi yang baru.
Saya merasa hal itu benar dalam setiap negara berkembang
berpenghasilan menengah yang saya kunjungi,
dan sampai pada satu titik, sama dengan kita juga.
Lalu apa jalan keluarnya? Apakah jalan keluarnya adalah
menghapus ide dari demokrasi?
Tentu saja bukan. Itu sangat konyol.
Jika kita terlibat kembali dalam operasi
seperti yang pernah kita lakukan di Irak dan Afganistan,
jika kita tiba-tiba menyadari bahwa kita berada dalam situasi
di mana kita memaksakan
sistem selain demokrasi.
Sistem yang berlawanan dengan nilai-nilai kita,
sistem yang berlawanan dengan harapan rakyat kecil,
sistem itu akan berlawanan dengan kepentingan kita.
Contohnya, saya ingat saat di Irak, ada saat dimana
kami merasa kami harus menunda demokrasi.
Kami mengalami waktu di mana pelajaran dari
Perang Bosnia, saat pemilu yang diadakan terlalu dini
malah melanggengkan kekerasan dan partai-partai ekstrimis,
jadi pada tahun 2003 di Irak, kami membuat keputusan
untuk tidak menyelenggarakan pemilu selama 2 tahun.
Mari kita didik dulu para pemilih. Mari tanamkan demokratisasi.
Hasilnya, saya malah terjebak di luar kantor saya,
karena kerumunan besar, sebenarnya foto ini diambil
di Libya, namun saya melihat hal yang sama di Irak,
kerumunan orang yang menyerukan pemilu
dan saat saya keluar dan berkata, "Apa salah
mengangkat dewan provinsi sementara?
Apa yang salah dengan orang-orang yang kami pilih?
Ada ulama Sunni, ada ulama Shia,
ada tujuh -- pemimpin dari tujuh suku utama,
ada orang Kristen, ada Sabian,
ada perwakilan kaum wanita, ada orang dari setiap partai politik,
apa yang salah dengan orang-orang pilihan kami?"
Jawabannya muncul, "Masalahnya bukan pada orang-orang
yang Anda pilih. Masalahnya adalah Anda yang memilih mereka."
Di Afganistan, saya belum pernah bertemu, di tempat
yang paling terpencil sekalipun, orang yang menolak perannya
dalam pemilihan pemerintah mereka.
Masyarakat paling terpencil, saya belum pernah bertemu penduduk desa
yang tidak ingin memilih dalam pemilu.
Jadi kita harus mengakui
bahwa walaupun statistiknya meragukan, walaupun kenyataannya
84 persen orang-orang di Inggris merasa politik telah rusak,
walaupun saat saya berada di Irak, kami mengadakan jajak pendapat
di tahun 2003 dan bertanya sistem politik apa yang mereka inginkan
dan jawabannya adalah
7 persen menginginkan sistem seperti di Amerika Serikat,
5 persen menginginkan seperti di Perancis,
3 persen menginginkan seperti di Inggris,
dan hampir 40 persen menginginkan seperti di Dubai, yang bagaimanapun
yang sama sekali bukan negara demokratis, dan dipimpin kerajaan minoritas
yang makmur, demokrasi adalah nilai
yang harus kita perjuangkan. Namun untuk melakukannya
kita harus menyingkirkan debat kusir.
Kita harus menyingkirkan ungkapan bahwa demokrasi menjadi penting
karena hal-hal yang menyertainya.
Kita perlu menyingkirkan perasaan,
bahwa HAM itu penting karena hal-hal yang menyertainya,
atau emansipasi wanita itu penting karena hal yang menyertainya.
Mengapa kita harus menyingkirkan perdebatan itu?
Karena hal itu sangat berbahaya. Contohnya jika kita mengatakan
penyiksaan itu salah karena kita tidak akan mendapat
informasi yang benar, atau emansipasi wanita diperlukan
karena merangsang pertumbuhan ekonomi dengan menggandakan tenaga kerja,
Anda akan berada pada posisi di mana
pemerintah Korea Utara dapat berpaling kepada Anda dan berkata,
"Saat ini kami sangat berhasil menarik
informasi yang benar dengan penyiksaan,"
atau pemerintahan Arab Saudi yang berkata,
"Pertumbuhan ekonomi kami cukup baik, terima kasih,
masih lebih baik dibandingkan Anda,
jadi mungkin kami tidak perlu program emansipasi wanita."
Demokrasi bukan hanya sekedar alat.
Ini bukan tentang hal-hal yang menyertainya.
Pentingnya demokrasi bukanlah karena demokrasi memberikan
hukum yang sah dan efektif dan membawa kemakmuran.
Demokrasi bukan tentang menjamin keamanan dalam negeri dan dengan negara tetangga.
Masalahnya adalah intrinsik.
Demokrasi penting karena mencerminkan ide akan kesetaraan,
ide akan kebebasan, ide akan martabat,
martabat pribadi, ide bahwa setiap pribadi
harus memiliki hak pilih yang sama
dalam pembentukan pemerintahan.
Namun jika kita ingin membuat demokrasi kembali menjadi kuat,
jika kita siap untuk menghidupkan kembali, ingin terlibat
pada proyek baru dari rakyat dan politikus.
Demokrasi bukan sekedar pertanyaan akan struktur.
Demokrasi adalah keadaan pikiran, kegiatan.
Dan bagian dari kegiatan itu adalah kejujuran.
Setelah saya selesai berbicara, saya akan menghadiri acara di radio
yang bernama "Ada Pertanyaan," dan Anda akan menyadari
bahwa dalam acara seperti ini, politikus tidak akan pernah
berkata bahwa mereka tidak tahu jawabannya.
Apapun pertanyaan itu.
Jika Anda menanyakan pemotongan pajak kepemilikan anak, masa depan pinguin
di Antartika Selatan, tentang apakah menunda
perkembangan di Chongqing berperan
dalam perkembangan proses penangkapan karbon,
kami akan memberikan jawaban kepada Anda.
Kita harus menghentikan hal itu, berhenti berpura-pura
menjadi makhluk yang mahatahu.
Politikus juga harus belajar, dan terkadang untuk berkata
hal-hal tertentu yang diinginkan para pemilih, yang telah dijanjikan
kepada para pemilih,
mungkin tidak mungkin kami laksanakan
atau mungkin malah sebaiknya tidak dilaksanakan.
Hal kedua yang harus kita pahami
adalah kegeniusan masyarakat kita.
Masyarakat sekarang belum pernah seterdidik dan sebersemangat,
dan sesehat,
dan seberpengetahuan, sepeduli
atau ingin melakukan sebanyak hal seperti sekarang, kearifan lokal.
Salah satu alasan mengapa kita beralih
dari aula perjamuan seperti tempat kita berdiri,
dari aula perjamuan dengan gambar-gambar luar biasa penobatan para raja
di dindingnya,
keseluruhan drama itu dimainkan di ruangan ini
di mana Raja Inggris dipenggal,
mengapa kita beralih dari ruangan seperti itu, tahta seperti itu
menuju balaikota, karena kita semakin beralih
kepada energi dari masyarakat dan kita harus memanfaatkannya.
Hal itu bisa memiliki arti berbeda pada negara yang berbeda.
Di Inggris, hal itu berarti melihat pada Perancis,
belajar dari Perancis,
di mana ada pemilihan walikota langsung
dalam sistem pemerintahan Perancis.
Di Afganistan, itu berarti kita tidak berfokus pada
pemilu presiden dan DPR besar-besaran,
kita harus melakukan apa yang ada dari awalnya ada
di Undang-Undang Afganistan, yaitu menyelenggarakan pemilu lokal
pada tingkat daerah dan memilih gubernur.
Namun agar hal ini dapat berhasil,
kejujuran dalam dialog, demokrasi lokal,
bukan sekedar pertanyaan apa yang dilakukan oleh para politisi.
Pertanyaannya: "Apa yang dilakukan rakyat?"
Agar politisi bisa jujur, publik harus mengijinkan mereka agar jujur,
dan media, yang menjembatani politisi dan rakyat
harus mengijinkan para politisi itu menjadi jujur.
Jika demokrasi lokal ingin berkembang, hal itu harus didukung
keterlibatan setiap warga negara.
Dengan kata lain, untuk membangun kembali demokrasi
berarti membangunnya kembali menjadi kuat dan penuh semangat
bukan hanya masyarakat
harus belajar percaya kepada para politisi,
namun juga para politisi harus belajar percaya kepada masyarakat.
Terima kasih banyak. (Tepuk tangan)