Tip:
Highlight text to annotate it
X
This Lingkar Ide video comes with Bahasa Indonesia captioning. If you wish to use English captioning, click on the (CC) button below (Translate Captions).
Nama saya Nilam Andalia Kurniasari.
Saat ini saya bekerja sebagai salah satu dosen di departemen hukum internasional, fakultas hukum Universitas Airlangga.
Saya mendapatkan gelar sarjana hukum dari universitas Airlangga pada tahun 2001,
dan menyelesaikan Master of Laws dari National University of Singapore pada tahun 2003
melalui program beasiswa NUS Asian Graduate Scholarships.
Saat ini saya sedang menempuh program PhD di School of Law, La Trobe University.
Thesis saya di jenjang doktoral ini bertemakan implementasi asas maritime cabotage di Indonesia.
Angkutan laut adalah metode angkutan yang paling efektif, efisien dan ekonomis
untuk mengangkut barang-barang komoditas perdagangan dalam jumlah besar.
Kenyataannya, 90% komoditas perdagangan internasional diangkut melalui jalur laut.
Riset yang saya lakukan berangkat dari fakta bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
dengan 17.508 pulau. Namun sayang sekali,
potensi kelautan yang dimiliki Indonesia belum dimanfaatkan dengan maksimal.
Dengan kondisi geografis yang demikian, dapat dipastikan bahwa pengangkutan laut di Indonesia
memainkan peranan vital baik dalam transportasi penumpang,
maupun dalam proses disribusi barang di dalam negeri.
Penelitian yang saya lakukan dalam program doktoral ini
berpusat pada penerapan asas maritime cabotage di Indonesia.
Asas ini pada intinya memberikan hak khusus bagi negara yang memberlakukannya
untuk melarang kapal berbendera asing melayani rute pelayaran dalam negeri
dari satu titik ke satu titik lainnya dalam wilayah perairan teritorialnya.
Sebagai contoh, jika Indonesia menerapkan asas ini, maka pengangkutan laut di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
menuju ke pelabuhan Trisakti di Banjarmasin harus menggunakan kapal berbendera Indonesia.
Jika asas ini berhasil diterapkan secara konsisten,
maka secara otomatis pelayaran di dalam negeri suatu negara akan dikuasai oleh armada angkutan laut nasional negara tersebut.
Pada dasarnya, asas maritime cabotage sendiri telah berlaku di Indonesia sejak masa penjajahan Belanda.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang pernah memberlakukan asas ini diantaranya adalah
Indische Scheepvaartswet tahun 1936 yang tetap berlaku di Indonesia
sampai dengan diberlakukannya UU nomor 20 tahun 1992.
Pada masa berlakunya Indische Scheepvaartswet tahun 1936 tersebut,
kapal-kapal asing bisa berlayar di Indonesia dengan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran dalam negeri
melalui pengajuan dispensasi syarat bendera, atau yang biasa disebut dengan GSB.
Pada saat dikeluarkannya paket deregulasi dibidang pelayaran pada 21 November 1988,
atau yang biasa dikenal dengan pakno 21 November 1988,
kapal-kapal asing bisa melayari rute dalam negeri asalkan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran dalam negeri
dan DSB tersebut tidak harus diajukan setiap kali kapal tersebut hendak berlayar melayari rute dalam negeri.
Dengan keadaan tersebut, maka bisa dipastikan banyak sekali kapal-kapal berbendera asing
melayari rute dalam negeri di Indonesia pada masa tersebut.
Angin perubahan atas kondisi tersebut berusaha ditiupkan oleh UU pelayaran yang baru,
yaitu UU no. 17/2008 tentang pelayaran.
Pada UU yang baru ini, asas maritime cabotage dijadwalkan untuk mulai diterapkan secara efektif dan konsisten
pada tanggal 7 Mei 2011, yaitu tepatnya tiga tahun sejak diberlakukannya UU tersebut.
Diharapkan mulai saat itu, berdasarkan isi pasal 8 ayat 1,
"kegiatan angkutan laut dalam negeri harus dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional,
dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia
serta diawaki oleh awak kapal berkebangsaan Indonesia."
Dari riset yang saya lakukan saat ini, saya ingin membentuk suatu legal framework yang baru
bagi penerapan prinsip maritime cabotage di Indonesia,
sehingga ada suatu sinkronisasi antara peraturan perundang-undangan,
kebijakan, dan praktek penerapan asas ini dilapangan.
Sinkronisasi ini sangat penting sekali untuk menjamin terlaksananya asas ini dengan baik di Indonesia.
Harapan saya adalah bahwa asas maritime cabotage ini dapat dilaksanakan secara konsekuen di Indonesia.
Hal ini penting sekali untuk memperlancar arus perdagangan dalam negeri melalui jalur laut.