Tip:
Highlight text to annotate it
X
Translator: Frances Sinanu Reviewer: Dewi Barnas
Untuk waktu yang lama selama hidup saya,
saya merasa seperti sedang menjalani dua kehidupan yang berbeda.
Kehidupan yang dilihat semua orang,
dan kehidupan yang hanya dilihat oleh diri saya sendiri.
Dan di dalam kehidupan yang dilihat semua orang,
di mana saya adalah seorang teman,
seorang anak, seorang saudara,
seorang stand-up comedian, dan seorang remaja.
Itulah kehidupan yang dilihat oleh semua orang.
Jika Anda bertanya kepada teman-teman dan keluarga saya untuk mendeskripsikan saya,
itulah yang akan mereka katakan kepada Anda.
Dan itu adalah sebagian besar dari diri saya. Itulah jati diri saya.
Dan jika Anda meminta saya untuk mendeskripsikan diri saya sendiri,
saya mungkin akan mengatakan hal yang sama.
Dan saya tidak akan berbohong,
tapi saya tidak akan benar-benar mengatakan kepada Anda yang sebenarnya,
karena yang sebenarnya adalah,
itu hanyalah kehidupan yang dilihat oleh semua orang lainnya.
Di dalam kehidupan yang hanya saya yang melihatnya, jati diri saya,
jati diri saya yang sebenarnya,
adalah seseorang yang bergumul dan berjuang keras melawan depresi.
Saya menjalaninya dalam enam tahun terakhir dalam hidup saya,
dan saya terus menjalaninya setiap hari.
Sekarang, bagi seseorang yang tidak pernah merasakan depresi
atau tidak mengerti betul apa artinya,
mendengar hal ini dapat mengejutkan mereka,
karena ada sebuah kesalahpahaman yang besar
bahwa depresi adalah sekadar menjadi sedih
ketika sesuatu di dalam hidup Anda tidak sesuai harapan,
ketika hubungan dengan pacar Anda berakhir,
ketika Anda kehilangan seseorang yang Anda cintai,
ketika Anda tidak mendapatkan pekerjaan yang Anda inginkan.
Tapi itu adalah kesedihan. Itu adalah sesuatu hal yang natural dan biasa.
Itu adalah emosi alami manusia.
Depresi yang sebenarnya bukan menjadi sedih
ketika sesuatu di dalam tidak sesuai harapan.
Depresi yang sebenarnya adalah menjadi sedih
ketika semua hal di dalam hidup berjalan baik.
Itulah depresi yang sebenarnya, dan itulah yang saya alami.
Dan sejujurnya,
sulit bagi saya untuk berdiri di sini dan membicarakannya.
Sulit bagi saya untuk membicarakannya,
dan sepertinya itu sulit bagi semua orang untuk membicarakannya,
sangat sulit sehingga tidak ada orang yang membicarakannya.
Dan tidak ada orang yang membicarakan mengenai depresi, tapi kita perlu untuk membicarakannya,
karena sekarang hal ini merupakan suatu masalah besar.
Itu adalah sebuah masalah besar.
Tapi kita tidak melihatnya di media sosial, kan?
Kita tidak melihatnya di Facebook. Kita tidak melihatnya di Twitter.
Kita tidak melihatnya di berita, karena itu tidak menyenangkan.
Isu ini tidak menyenangkan, juga tidak ringan.
Dan karena kita tidak melihatnya, kita tidak melihat kedalaman masalahnya.
Tapi kedalaman dan keseriusan masalahnya adalah sebagai berikut:
setiap 30 detik,
setiap 30 detik, di suatu tempat,
ada seseorang di dunia yang mengakhiri hidupnya
karena depresi,
dan itu mungkin saja berjarak dua blok dari Anda, atau dua negara dari Anda,
mungkin berjarak dua benua dari Anda, tapi inilah yang terjadi,
dan ini terjadi setiap hari.
Dan kita memiliki kecenderungan, sebagai sebuah masyarakat,
untuk melihatnya dan berkata, "Lalu?"
Lalu? Kita melihatnya, lalu berkata, "Itu masalahmu.
Itu masalah mereka."
Kita berkata bahwa kita sedih dan kita ikut menyesal,
tapi kita juga berkata, "Lalu?"
Dua tahun yang lalu itu merupakan masalah saya,
karena saya duduk di pinggir tempat tidur saya
di mana saya duduk jutaan kali sebelumnya
dan saya ingin bunuh diri.
Saya ingin bunuh diri, dan jika Anda melihat kehidupan saya di permukaan,
Anda tidak akan melihat seorang anak yang ingin bunuh diri.
Anda akan melihat seorang anak yang merupakan kapten tim bola basket,
siswa drama dan teater terbaik dalam tahun itu,
siswa Bahasa Inggris terbaik dalam tahun itu,
seseorang yang selalu berada dalam posisi terhormat
dan selalu ada pada setiap pesta.
Jadi Anda akan berkata saya tidak depresi, Anda akan berkata
saya tidak akan berpikir untuk bunuh diri, tapi Anda salah.
Anda akan salah. Jadi saya duduk di sana setap malam
di samping sebuah botol berisi pil dengan pulpen dan kertas di tangan saya
dan saya berpikir untuk mengakhiri hidup saya
dan saya hampir melakukannya.
Saya hampir melakukannya.
Tapi saya tidak melakukannya, jadi itu membuat saya salah satu orang yang beruntung,
salah satu orang yang berdiri di pinggir jurang
dan melihat ke bawah tapi tidak melompat
salah satu orang yang bertahan hidup.
Saya bertahan hidup, dan karena itu saya memiliki satu kisah untuk diceritakan,
dan kisah saya adalah ini:
Dalam tiga kata sederhana, saya menderita depresi.
Saya menderita depresi,
dan untuk waktu yang lama, saya berpikir,
saya menjalani dua kehidupan yang sama sekali berbeda,
di mana yang satu selalu takut akan yang lain.
Saya takut orang-orang akan melihat siapa diri saya yang sebenarnya.
bahwa saya bukan anak sempurna dan populer yang di SMA seperti yang orang-orang pikir,
bahwa di balik senyuman saya, ada suatu pergulatan,
dan di balik cahaya saya, ada kegelapan,
dan di balik kepribadian besar saya tersembunyi rasa sakit yang lebih besar.
Dapat Anda lihat, ada orang yang mungkin takut gadis-gadis tidak menyukai mereka kembali.
Ada orang yang mungkin takut pada ikan hiu. Ada orang yang mungkin takut akan kematian.
Tapi bagi saya, dalam sebagian besar hidup saya, saya takut akan diri saya sendiri.
Saya takut akan kebenaran mengenai diri saya, saya takut akan kejujuran saya, saya takut akan kerentanan saya,
dan rasa takut itu membuat saya merasa
seperti saya sedang disudutkan,
seperti saya disudutkan dan hanya ada satu jalan keluar,
jadi saya berpikir mengenai jalan itu setiap hari.
Saya memikirkannya setiap hari,
dan kalau saya benar-benar jujur, saat berdiri di sini
saya mulai memikirkannya lagi, karena itulah penyakitnya,
itulah perjuangannya, itulah depresi,
dan depresi bukanlah cacar air.
Anda tidak dapat mengalahkannya sekali dan hilang selamanya.
Itu adalah sesuatu yang harus Anda terima dalam hidup. Anda hidup di dalamnya.
Teman sekamar yang tidak dapat Anda keluarkan. suara yang tidak dapat Anda acuhkan.
perasaan yang tidak dapat Anda hindari,
bagian yang paling menakutkan adalah setelah beberapa saat,
Anda menjadi mati rasa. Berada dalam depresi menjadi normal untuk Anda,
dan hal yang Anda paling takuti
bukan penderitaan di dalam diri Anda.
Yang paling Anda takuti adalah stigma dari orang lain,
rasa terhina, rasa malu,
pandangan tidak suka di raut wajah seorang teman,
bisikan di lorong bahwa Anda lemah,
komentar bahwa Anda gila.
Itulah yang menjauhkan Anda dari mendapatkan pertolongan.
Itulah yang membuat Anda menyimpannya dan menyembunyikannya.
Itu adalah stigma. Jadi Anda menyimpannya dan menyembunyikannya,
dan Anda menyimpannya dan menyembunyikannya,
dan walaupun hal itu mengikat Anda ke tempat tidur setiap hari
dan membuat hidup Anda terasa kosong bagaimana pun Anda berusaha dan mengisinya,
Anda menyembunyikannya, karena stigma dalam masyarakat kita
mengenai depresi sangat nyata.
Sangat nyata, dan jika Anda pikir itu tidak nyata, tanyakanlah hal ini kepada diri Anda:
Apakah Anda lebih memilih membuat status Facebook Anda yang berikutnya
mengatakan bahwa Anda kesulitan bangun dari tempat tidur
karena punggung Anda sakit
atau Anda kesulitan bangun dari tempat tidur setiap pagi
karena Anda depresi?
Itulah stigma, karena sayangnya,
kita hidup di dalam dunia di mana jika lengan Anda patah,
semua orang berlari menghampiri untuk menandatangani gips anda,
tapi jika Anda berkata bahwa Anda depresi, mereka akan berlari ke arah berlawanan.
Itulah stigmanya.
Kita sangat, sangat, sangat menerima adanya bagian tubuh yang rusak
daripada otak kita. Dan itulah ketidakpedulian.
Itulah ketidakpedulian murni, dan ketidakpedulian itu telah menciptakan
sebuah dunia yang tidak memahami depresi,
tidak memahami kesehatan jiwa.
Dan itu ironis untuk saya, karena depresi
adalah salah satu masalah yang paling terdokumentasi di dunia ini,
namun juga salah satu yang paling jarang didiskusikan.
Kita hanya mengesampingkannya dan meletakannnya di pojok
dan berpura-pura itu tidak ada di sana dan berharap akan baik dengan sendirinya.
Itu tidak akan terjadi. Itu tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi,
karena itu adalah pemikiran yang berangan-angan,
dan angan-angan bukanlah suatu rencana, namun sebuah penangguhan,
dan kita tidak dapat menunda sesuatu yang begitu penting.
Langkah pertama dalam memecahkan masalah apapun
adalah menyadari bahwa ada masalah.
Kita belum melakukan hal itu, jadi kita tidak dapat benar-benar berharap
untuk mendapatkan jawaban ketika kita masih takut pada pertanyaannya.
Dan saya tidak tahu apa solusinya.
Saya harap saya tahu, tapi saya tidak tahu -- tapi saya pikir
saya pikir hal itu harus dimulai dari sini.
Itu harus dimulai dengan saya, dimulai dengan Anda.
dimulai dengan orang-orang yang menderita,
orang-orang yang bersembunyi di balik bayangan.
Kita harus angkat bicara dan memecahkan keheningan.
Kita harus menjadi orang-orang yang berani melakukan apa yang kita yakini,
karena jika ada satu hal yang saya sadari,
jika ada satu hal yang saya lihat menjadi masalah terbesar,
bukanlah membangun dunia
di mana kita menghapus ketidakpedulian orang lain.
Itu adalah membangun dunia di mana kita mengajarkan untuk menerima diri kita masing-masing,
di mana kita dapat menerima jati diri kita,
karena apabila kita mengatakan yang sesungguhnya,
kita dapat melihat bahwa kita semua berjuang dan kita semua menderita.
Apakah dengan hal ini atau lainnya,
kita semua tahu bagaimana rasanya sakit.
Kita semua tahu apa artinya merasa sakit hati,
dan kita semua tahu betapa penting untuk sembuh.
Tapi sekarang, depresi seperti luka dalam di masyarakat
yang kita cukup senang dengan sekadar menempelkan plester dan berpura-pura tidak ada apa-apa.
Well, depresi itu sungguh ada. dan Anda tahu? Merasa depresi itu tidak apa-apa.
Tidak apa-apa. Jika Anda sedang mengalaminya, ketahuilah, Anda baik-baik saja.
Dan ketahuilah bahwa Anda sakit, Anda tidak lemah,
dan depresi adalah suatu masalah, bukan identitas,
karena apabila Anda menaklukan rasa takut dan cemoohan
dan anggapan dan stigma orang lain,
Anda dapat melihat apa depresi yang sesungguhnya,
dan itu hanyalah bagian dari hidup,
hanya bagian dari hidup, dan sebenci-bencinya saya,
sebenci-bencinya saya pada beberapa tempat,
sebagian dari hidup yang dibawa oleh depresi kepada saya,
saya mensyukurinya dalam berbagai hal.
Karena ya, depresi membawa saya ke dalam jurang,
tapi hanya untuk menunjukkan saya bahwa ada puncak,
dan ya, depresi membawa saya ke kegelapan,
tapi hanya untuk meningatkan saya bahwa ada cahaya.
Rasa sakit saya, lebih dari apapun dalam 19 tahun di dunia,
memberikan saya perspektif, dan rasa sakit saya,
rasa sakit saya memaksa saya untuk memiliki harapan,
memiliki harapan dan kepercayaan, kepercayaan pada diri saya sendiri,
kepercayaan pada orang lain, kepercayaan bahwa keadaan dapat menjadi lebih baik,
kita dapat mengubahnya, kita dapat angkat bicara
dan menyuarakan serta memerangi ketidakpedulian,
memerangi intoleransi,
dan yang paling penting,
belajar untuk mencintai diri kita sendiri,
belajar untuk menerima diri kita apa adanya,
jati diri kita, bukan apa yang dunia harapkan atas kita.
Karena dunia yang saya percayai adalah
di mana merangkul cahaya Anda tidak berarti mengacuhkan kegelapan Anda.
Dunia yang saya percayai adalah dunia di mana kita diukur
berdasarkan kemampuan kita untuk mengalahkan tantangan yang ada, bukan menghindarinya.
Dunia yang saya percayai adalah dunia di mana saya dapat menatap seseorang di matanya
dan berkata, "Saya sedang menderita,"
dan mereka dapat menatap balik pada saya dan berkata, "Saya juga," dan itu tidak apa-apa,
dan itu tidak apa-apa karena depresi itu tidak apa-apa. Kita adalah manusia.
Kita adalah manusia dan kita berjuang dan menderita,
berdarah dan menangis, dan jika Anda pikir bahwa kekuatan yang sebenarnya
berarti tidak pernah menunjukkan kekurangnan apapun, maka saya di sini
untuk berkata bahwa Anda salah.
Anda salah, karena yang benar adalah sebaliknya.
Kita manusia, dan kita punya masalah.
Kita tidak sempurna, dan itu tidak apa-apa.
Jadi kita harus menghentikan ketidakpedulian,
menghentikan intoleransi, menghentikan stigma yang ada,
dan menghentikan kesunyian, dan kita harus mengenyahkan tabu yang ada,
melihat kebenaran dan mulai berbicara,
karena satu-satunya cara kita dapat memecahkan suatu masalah
yang diperangi orang-orang sendirian
adalah dengan berdiri dengan kuat bersama-sama,
dengan berdiri kuat bersama.
Dan saya percaya kita bisa.
Saya percaya kita bisa. Terima kasih banyak.
Ini adalah sebuah mimpi yang terwujud. Terima kasih. (Tepuk tangan)
Terima kasih. (Tepuk tangan)